Rumah yang terletak di Dusun Kalijaya, Desa Rengasdengklok, Karawang,
itu tampak begitu sederhana. Dindingnya hanya terbuat dari kayu bercat
putih dengan pekarangan yang dibatasi pagar bambu.
Halamannya
yang tak terlalu luas ditumbuhi pohon rindang yang membuat sejuk
suasana. Di muka rumah, ada sebuah warung kecil tempat beberapa orang
duduk dengan santainya. Pemandangannya benar-benar seperti rumah-rumah
di kampung pinggiran.
Tapi siapa sangka, di balik penampilannya
yang sangat sederhana, rumah itu menyimpan sejarah besar. Ya, di situlah
tempat Soekarno dan Muhammad Hatta disembunyikan saat mereka “diculik”
oleh sekelompok pemuda dalam Peristiwa Rengasdengklok, sehari menjelang
proklamasi kemerdekaan.
Setelah Jepang menyerah tanpa syarat
kepada sekutu, golongan muda yang antara lain diwakili Chaerul Saleh,
Sukarni dan Wikana, mendesak para pemimpin pejuang agar segera
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun golongan tua yang diwakili
Soekarno, Hatta dan Ahmad Soebardjo, menginginkan persiapan yang lebih
matang untuk menghindari kekacauan dan bentrok bersenjata setelah
proklamasi kemerdekaan.
Dini hari tanggal 16 Agustus 1945,
sekelompok pemuda menjemput Bung Karno dan Bung Hatta dari kediamannya
untuk dibawa ke Rengasdengklok. Alasan mereka, tokoh penting itu harus
dijauhkan dari pengaruh Jepang supaya proklamasi bisa segera terwujud
dan murni hasil perjuangan bangsa Indonesia sendiri. Istri Bung Karno,
Fatmawati, beserta putra mereka Guruh yang saat itu masih berusia 9
bulan, turut dibawa dalam peristiwa tersebut.
Rengasdengkok
dipilih sebagai lokasi “pengasingan” karena letaknya cukup terpencil,
sehingga pergerakan tentara Jepang dari Jakarta, Bandung serta wilayah
sekitarnya bisa dengan mudah dideteksi para pejuang.
Setelah
tiba di Rengasdengklok, awalnya Bung Karno dan Bung Hatta ditempatkan di
markas tentara PETA setempat. Namun karena dikhawatirkan bisa memancing
kecurigaan tentang Jepang, akhirnya mereka dipindahkan ke rumah Tjiauw
Kie Siong, seorang petani dan peternak keturunan Tionghoa yang oleh
warga setempat biasa dipanggil Babah Kisong.
Nama Tjiauw Kie
Siong sendiri hampir tidak pernah disebut dalam buku sejarah. Meski
begitu, ia telah berwasiat kepada anak cucunya supaya memelihara rumah
peninggalan keluarga mereka yang pernah ditempati sang proklamator.
Tjiauw Kie Siong telah wafat pada tahun 1964, dan sampai hari ini
wasiatnya masih dilaksanakan oleh keturunannya.
Lokasi asli rumah
Tjiauw Kie Siong sebenarnya berada di pinggir Sungai Citarum yang
berjarak sekitar 200 meter dari letaknya yang sekarang. Pada tahun 1957,
rumah ini terpaksa harus dipindah demi menghindari erosi Sungai
Citarum.
Ketika melangkah masuk ke ruang tamu rumah bersejarah
ini, kita akan melihat sebuah meja altar yang dihiasi potret tua Tjiauw
Kie Siong. Di meja ini juga bisa dilihat potret keluarga Bung Karno
serta foto-foto lama milik keluarga Tjiauw Kie Siong. Di sudut lainnya,
ada sebuah lemari bufet antik yang menyimpan berbagai plakat
kenang-kenangan dari anggota organisasi yang pernah mengunjungi rumah
itu.
Ada
dua buah bilik yang mengapit ruang tamu ini. Bilik di sebelah kanan
pernah ditempati Bung Karno, dan satunya lagi ditempati oleh Bung Hatta.
Konon, bilik Bung Karno sering digunakan paranormal untuk bermeditasi.
Namun perabot di dalam bilik Bung Karno ini hanya replika saja, sebab
yang asli sudah menjadi koleksi Museum Sri Baduga, Bandung. Sedangkan
perabotan di bilik Bung Hatta semuanya masih asli.
Rumah
Tjiauw Kie Siong belum berstatus sebagai museum dan masih digunakan
oleh keturunannya sebagai tempat tinggal. Menurut Pak Yanto, cucu Djiauw
Kie Siong yang sekarang menempati rumah warisan keluarganya tersebut,
biaya perawatan rumah mereka ditanggung keluarga sendiri. Meski tidak
mendapat bantuan pemerintah, keluarga Djiauw Kie Siong selalu ramah
menerima siapa pun yang tertarik dengan sejarah rumah mereka, dan dengan
setia menjawab semua pertanyaan pengunjung.
Pemerintah terkesan
sangat abai dengan aset bersejarah ini. Jalan sempit di muka rumah
Tjiauw Kie Siong tampak sudah berlubang-lubang dan tak ada papan
petunjuk apa pun yang menerangkan lokasinya. Sejatinya, jika dikelola
dengan baik, rumah ini bisa menjadi objek wisata sejarah yang sangat
menarik.
Suka dengan yang ini.
BalasHapus